Qurban merupakan salah satu ibadah yang asal muasalnya dari kisah Nabi Ibrahim ‘alayhis salam dan Nabi Isma’il ‘alayhis salam, hal ini diabadikan oleh Allah Subahanhu wa Ta’alaa didalam Al-Qur’an:
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِن شَاء اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ. فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ. وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ. قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ. إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلَاء الْمُبِينُ. وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ
“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar. Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim,. sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar”. (QS. Ash-Shaaffat 37 : 102-107)
Sebelum masuk pada ranah Fiqih, baiknya kita merenungi terlebih dahulu beberapa pelajaran (hikmah) yang bisa diambil untuk ditauladani yaitu tentang totalitas ketaatan Nabi Ibrahim dan Nabi Isma’il kepada Allah Subhanahu wa Ta’alaa, pengorbanan serta keikhlasan dalam menjalankan ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’alaa.
Pengertian dan Hukum Qurban
Qurban berarti dekat, istilah lain yang biasa di gunakan adalah Nahr (sembelihan), dan Udliyyah (sembelihan atau hewan sembelihan). Dalam Fiqh, biasa menggunakan istilah Udlhiyyah(الْأُضْحِيَّةِ), Tadlhiyyah (التضحية), Adlhah(أضحاة) dan Dlahiyyah (ضَحِيَّةٌ).
Imam Zakariyya Al Anshori didalamFathul Wahab bi-syarhi Minhajith Thullabmengatakan : “Udlhiyyah adalah apa-apa yang disembelih dari binatang ternak yang digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah sejak hari ‘Idun Nahr (10 Dzulhijjah) sampai akhir hari Tasyriq (13 Dzulhijjah)”.
Dari pengertian ini, maka hewan qurban hanya disembelih pada tanggal 10, 11, 12 dan 13 Dzulhijjah, sebab dihari-hari tersebut adalah hari suka cita dan makan-makan bagi umat Islam. Sehingga diluar hari tersebut, maka itu bukan qurban, melainkan termasuk kategori shadaqah.
Hukum Qurban adalah sunnah mu’akkad dan merupakan syi’ar yang nampak (dhohir) bagi setiap muslim yang mampu untuk menjaganya (melestarikannya). Dan secara asal hukum syara’, qurban tidak wajib, kecuali qurban sebagai bentuk nadzar maka itu wajib sebagaimana ibadah-ibadah keta’atan lainnya. Sebagian ulama, ada yang mengatakan qurban hukumnya wajib bagi yang mampu.
Imam An-Nawawi rahimahullah didalam Al Majmu syarah Al-Muhadzdzab mengatakan : “Telah kami tuturkan bahwa madzhab kami (syafi’iyah) menyatakan sunnah muakkad bagi orang yang kaya (makmur) namun tidak wajib, seperti inilah juga pendapat Aktsarul Ulama (kebanyakan ulama), diantara mereka Sahabat Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khaththab, Bilal, Abu Mas’ud al-Badri, Sa’id bin al-Musayyab, ‘Atha’, Aqlamah, al-Aswad, Malik, Ahmad, Abu Yusuf, Ishaq, Abu Tsaur, al-Muzanni, Daud adl-Dhohiri dan Ibnul Mandzur. Sedangkan Rabi’iah, al-Laits bin Sa’ad, Abu Hanifah dan al-Auza’i berpendapat wajib bagi orang kaya kecuali orang yang haji di Mina. Muhammad al-Hasan (ulama Hanafi) berpendapat wajib bagi muqim (penduduk tetap) di semua wilayah namun yang masyhur dari Abu Hanifah adalah wajib bagi muqim serta mencapai nishob”.
Terkait dasar pensyariatan Qurban, menurut ulama adalah Al-Qur’an, As-Sunnah dan Ijma’ul ummah. Diantaranya adalah surah Al Kautsar ayat 2:
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah”
Maksud shalat dalam ayat tersebut adalah shalat ‘Ied (hari raya) dan sembelihlah (hewan) sembelihan. Diantaranya lagi, adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim :
ضَحَّى النَّبِيُّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقَرْنَيْنِ ذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ وَسَمَّى وَكَبَّرَ وَوَضَعَ رِجْلَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا
“Nabi shallallahu ‘alayhi wa Sallam berqurban dengan dua kambing kibasy berwarna putih lagi panjang tanduknya, beliau menyembelihnya dengan tangan beliau sendiri yang mulia seraya membaca basmalah, bertakbir dan meletakkan kaki beliau yang berkah diatas leher keduanya”.
Waktu Pelaksanaan Qurban
Adalah sejak terbitnya matahari pada Yaumun Nahr (10 Dzulhijjah, penj) ) dan telah berlalu terbitnya dengan kadar shalat dua raka’at serta dua khutbah yang ringan, atau setelah masuk waktu shalat ‘Dluha dengan kadar shalat dua raka’at beserta khutbahnya yang sedang (ringan). Hal ini berdasarkan riwayat dari Al Barra’ bin ‘Asib radliyallahu ‘anh, ia berkata :
خَطَبَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ النَّحْرِ بَعْدَ الصَّلاَةِ، فَقَالَ: «مَنْ صَلَّى صَلاَتَنَا، وَنَسَكَ نُسْكَنَا، فَقَدْ أَصَابَ النُّسُكَ، وَمَنْ نَسَكَ قَبْلَ الصَّلاَةِ، فَتِلْكَ شَاةُ لَحْمٍ
“Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa Sallam berkhutbah kepada kami pada yaumun Nahr (hari raya qurban) setelah shaalt, beliau bersabda : “barangsiapa yang shalat seumpama kami shalat dan menyembelih seumpama kami menyembelih (yaitu setelah shalat), maka sungguh ia telah benar, dan barangsiapa yang menyembelih sebelum shalat maka itu daging kambing biasa (bukan qurban)”. (HR. Al Bukhari)
Oleh karena itu menyembelih qurban sebelum shalat ‘Ied itu tidak mencukupi, tidak sah, tanpa ada perselisihan diantara ulama.
Adapun berakhirnya, Imam An-Nawawi rahimahullah berkata : “Nas-nas Imam al-Syafi’i beserta ashhab sepakat bahwa waktu qurban berakhir ketika terbenam matahari pada hari ketiga dari hari Tasyriq (13 Dzulhijjah), dan ulama sepakat bahwa boleh menyembelih hewan qurban pada waktu-waktu tersebut (10, 11, 12 dan 13 Dzulhijjah, pen), baik malam hari maupun siang hari, akan tetapi bagi kami (Syafi’iyah) hukumnya makruh menyembelih hewan pada malam hari pada selain Udlhiyyah, dan pada Udlhiyyah (sembelih qurban) maka lebih makruh”.
Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa Sallam bersabda :
كُلُّ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ ذَبْحٌ
“Semua hari-hari Tasyriq adalah (waktu) menyembelih qurban” (HR. Ad-Daruquthni dan Al Baihaqi didalam As-Sunanul Kubro)
Apabila melewati batas waktu qurban ; jika berupa qurban sunnah, maka tidak ada qurban sebab bukan waktu yang disunnahkan untuk berqurban, sehingga jika ingin berqurban maka tunggu ditahun berikutnya diwaktu-waktu qurban. Namun, jika berupa qurban nadzar maka tetap wajib melakukan qurban, sebab merupakan kewajiban bagi yang bernadzar sehingga tidak gugur hanya karena melewati batas waktu.
Diantara Kriteria Hewan Qurban
- Hewan sembelihan adalah hewan ternak seperti onta, sapi, dan kambing maupun domba, baik jantan maupun betina, dengan berbagai jenisnya. Namun, tidak mencukupi seperti Sapi hutan, himar (keledai) dan kuda. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ
“Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka,” (QS. Al Hajj 22 : 34)
- Tidak cacat secara fisik dan tidak sakit. Imam Ibnu Ruslan al-Syafi’i berkata didalam Nadham Az-Zubad :
“Tidak diperbolehkan hewan yang sangat kurus, sakit, pincang, cacat bagian tubuhnya seperti sebagian telinga atau ekornya sebagaimana pula buta sebelah matanya, buta keduanya atau terputus pantatnya. Diperbolehkan hewan yang hanya cacat tanduknya dan hewan yang dikebiri.”
- Mencapai usia yang ditentukan : Onta harus genap berusia 5 tahun (masuk tahun ke-enam), sapi berusia 2 tahun (masuk tahun ke-tiga), dan domba / kambing berbulu tebal (الضأن ) berusia 1 tahun atau sudah tanggal giginya. Adapun kambing (المعز) berusia 2 tahun (masuk tahun ke-tiga) atau tanggal giginya.
Imam Ibnu Qasim Al-Ghazi didalam Fathul Qarib berkata : “Dan mencukupi didalam qurban yakni jadza’ pada domba (الضأن) yakni berumur 1 tahun dan masuk tahun ke-dua, tsaniyya pada kambing (المعز) yakni berusia 2 tahun dan masuk tahun ke-tiga, tsaniyya pada onta (الإبل) yakni berusia 5 tahun dan masuk tahun ke-enam, dan tsaniyya pada sapi (البقر) berusia 2 tahun dan masuk tahun ke-tiga. Boleh qurban kolektif yakni 1 onta untuk 7 orang, seperti itu juga sapi untuk 7 orang, dan kambing (الشاة) untuk satu orang”.
Hewan qurban yang lebih afdlol, menurut Ibnu Qasim Al-Ghazi adalah onta, kemudian sapi, dan kambing. Adapun Imam An-Nawawi rahimahullah didalam kitab Al Majmu’ mengatakan : “Onta lebih utama daripada sapi, sapi lebih utama daripada kambing (الشاة), kambing domba (الضأن) lebih utama daripada kambing (biasa), jadza’ah domba (berumur 1 tahun lebih) lebih utama daripada tsaniyyah kambing (berumur 2 tahun lebih)”.
“Berqurban dengan seekor kambing (الشاة) lebih utama daripada seekor onta atau sapi untuk 7 orang (gabungan/kolektik), berdasarkan ittifaq ulama” Berqurban dengan 7 ekor kambing (الغنم) lebih utama daripada onta dan sapi berdasarkan yang ashoh dari dua pendapat, sebab banyaknya darah ternak yang teralirkan. Berqurban dengan onta atau sapi lebih utama atas pertimbangan banyaknya dagingnya”.
Cara Penyembelihan Hewan Qurban
Disunnahkan, hewan qurban disembelih sendiri jika mudlohi (orang yang berqurban) itu laki-laki dan mampu menyembelih. Boleh diwakilkan.
عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، قَالَ : " ضَحَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ وَذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ ، وَسَمَّى وَكَبَّرَ وَوَضَعَ رِجْلَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا
“Dari Anas ra beliau berkata: “Rasulullah SAW ber-Qorban dengan 2 ekor kambing yang putih-putih dan bertanduk, beliau menyembelih dengan tangannya sendiri dengan membaca Basmalah dan Takbir (بِسْمِ اللهِ وَاللهُ أَكْبَرُ) serta meletakkan kakinya di dekat leher kambing tersebut.” (HR. Al Bukhari)
فَنَحَرَ ثَلَاثًا وَسِتِّينَ بِيَدِهِ، ثُمَّ أَعْطَى عَلِيًّا، فَنَحَرَ مَا غَبَرَ
"Kemudian beliau menyembelih 63 ekor hewan qurban dengan tangannya sendiri, lalu menyerahkan kepada Sayyidina Ali, Sayyidina Ali pun menyembelih hewan yang tersisa" (HR. Muslim)
Imam Nawawi rahimahullah didalam Al Majmu’ berkata : “Dan mustahab (sunnah) menyembelih hewan qurbannya sendiri berdasarkan hadits Anas radliyallahu ‘anh…, dan boleh digantikan oleh lainnya berdasarkan riwayat Jabir…, juga mustahab (sunnah) untuk tidak mewakilkan kecuali pada orang muslim karena itu adalah qurbah (ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah) maka lebih utama tidak mewakilkan kepada orang kafir, dan juga karena yang demikian itu menghindar dari perselisihan pendapat, sebab menurut Imam Malik tidak sah (tidak mencukupi) sembelihannya, maka (adapun) jika mewakilkan pada orang Yahudi dan Nasrani, itu boleh karena ia termasuk ahli berkurban. Dan mustahab (disunnahkan) orang yang menyembelih adalah orang alim karena ia lebih mengetahui cara-cara menyembelih. Disunnahkan pula, apabila diwakilkan pada orang lain, menyaksikan proses penyembelihan berdasarkan riwayat Abu Sa’id al-Khudri radliyallahu ‘anh”.
Imam Mawardi al-Syafi’I berkata : “.. dan kecuali perempuan, maka disunnahkan mewakilkan penyembelihan hadiahnya dan qurbannya pada orang laki-laki”.
Tidak boleh mewakilkan pada orang penganut Watsani (penyembah berhala), majusi dan orang murtad, namun boleh mewakilkan pada ahli kitab, perempunan dan anak kecil, akan tetapi ulama Syafi’iyyah memakruhkan mewakilkan pada anak kecil (shobiy), dan (menurut pendapat yang ashoh) tidak makruh mewakilkan pada wanita haidl sebab wanita haidl lebih utama daripada shobiy, dan adapun shobiy lebih utama daripada orang kafir al-kitabi.
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِن شَاء اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ. فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ. وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ. قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ. إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلَاء الْمُبِينُ. وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ
“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar. Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim,. sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar”. (QS. Ash-Shaaffat 37 : 102-107)
Pengertian dan Hukum Qurban
Qurban berarti dekat, istilah lain yang biasa di gunakan adalah Nahr (sembelihan), dan Udliyyah (sembelihan atau hewan sembelihan). Dalam Fiqh, biasa menggunakan istilah Udlhiyyah(الْأُضْحِيَّةِ), Tadlhiyyah (التضحية), Adlhah(أضحاة) dan Dlahiyyah (ضَحِيَّةٌ).
Imam Zakariyya Al Anshori didalamFathul Wahab bi-syarhi Minhajith Thullabmengatakan : “Udlhiyyah adalah apa-apa yang disembelih dari binatang ternak yang digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah sejak hari ‘Idun Nahr (10 Dzulhijjah) sampai akhir hari Tasyriq (13 Dzulhijjah)”.
Dari pengertian ini, maka hewan qurban hanya disembelih pada tanggal 10, 11, 12 dan 13 Dzulhijjah, sebab dihari-hari tersebut adalah hari suka cita dan makan-makan bagi umat Islam. Sehingga diluar hari tersebut, maka itu bukan qurban, melainkan termasuk kategori shadaqah.
Hukum Qurban adalah sunnah mu’akkad dan merupakan syi’ar yang nampak (dhohir) bagi setiap muslim yang mampu untuk menjaganya (melestarikannya). Dan secara asal hukum syara’, qurban tidak wajib, kecuali qurban sebagai bentuk nadzar maka itu wajib sebagaimana ibadah-ibadah keta’atan lainnya. Sebagian ulama, ada yang mengatakan qurban hukumnya wajib bagi yang mampu.
Imam An-Nawawi rahimahullah didalam Al Majmu syarah Al-Muhadzdzab mengatakan : “Telah kami tuturkan bahwa madzhab kami (syafi’iyah) menyatakan sunnah muakkad bagi orang yang kaya (makmur) namun tidak wajib, seperti inilah juga pendapat Aktsarul Ulama (kebanyakan ulama), diantara mereka Sahabat Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khaththab, Bilal, Abu Mas’ud al-Badri, Sa’id bin al-Musayyab, ‘Atha’, Aqlamah, al-Aswad, Malik, Ahmad, Abu Yusuf, Ishaq, Abu Tsaur, al-Muzanni, Daud adl-Dhohiri dan Ibnul Mandzur. Sedangkan Rabi’iah, al-Laits bin Sa’ad, Abu Hanifah dan al-Auza’i berpendapat wajib bagi orang kaya kecuali orang yang haji di Mina. Muhammad al-Hasan (ulama Hanafi) berpendapat wajib bagi muqim (penduduk tetap) di semua wilayah namun yang masyhur dari Abu Hanifah adalah wajib bagi muqim serta mencapai nishob”.
Terkait dasar pensyariatan Qurban, menurut ulama adalah Al-Qur’an, As-Sunnah dan Ijma’ul ummah. Diantaranya adalah surah Al Kautsar ayat 2:
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah”
Maksud shalat dalam ayat tersebut adalah shalat ‘Ied (hari raya) dan sembelihlah (hewan) sembelihan. Diantaranya lagi, adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim :
ضَحَّى النَّبِيُّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقَرْنَيْنِ ذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ وَسَمَّى وَكَبَّرَ وَوَضَعَ رِجْلَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا
“Nabi shallallahu ‘alayhi wa Sallam berqurban dengan dua kambing kibasy berwarna putih lagi panjang tanduknya, beliau menyembelihnya dengan tangan beliau sendiri yang mulia seraya membaca basmalah, bertakbir dan meletakkan kaki beliau yang berkah diatas leher keduanya”.
Waktu Pelaksanaan Qurban
Adalah sejak terbitnya matahari pada Yaumun Nahr (10 Dzulhijjah, penj) ) dan telah berlalu terbitnya dengan kadar shalat dua raka’at serta dua khutbah yang ringan, atau setelah masuk waktu shalat ‘Dluha dengan kadar shalat dua raka’at beserta khutbahnya yang sedang (ringan). Hal ini berdasarkan riwayat dari Al Barra’ bin ‘Asib radliyallahu ‘anh, ia berkata :
خَطَبَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ النَّحْرِ بَعْدَ الصَّلاَةِ، فَقَالَ: «مَنْ صَلَّى صَلاَتَنَا، وَنَسَكَ نُسْكَنَا، فَقَدْ أَصَابَ النُّسُكَ، وَمَنْ نَسَكَ قَبْلَ الصَّلاَةِ، فَتِلْكَ شَاةُ لَحْمٍ
“Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa Sallam berkhutbah kepada kami pada yaumun Nahr (hari raya qurban) setelah shaalt, beliau bersabda : “barangsiapa yang shalat seumpama kami shalat dan menyembelih seumpama kami menyembelih (yaitu setelah shalat), maka sungguh ia telah benar, dan barangsiapa yang menyembelih sebelum shalat maka itu daging kambing biasa (bukan qurban)”. (HR. Al Bukhari)
Oleh karena itu menyembelih qurban sebelum shalat ‘Ied itu tidak mencukupi, tidak sah, tanpa ada perselisihan diantara ulama.
Adapun berakhirnya, Imam An-Nawawi rahimahullah berkata : “Nas-nas Imam al-Syafi’i beserta ashhab sepakat bahwa waktu qurban berakhir ketika terbenam matahari pada hari ketiga dari hari Tasyriq (13 Dzulhijjah), dan ulama sepakat bahwa boleh menyembelih hewan qurban pada waktu-waktu tersebut (10, 11, 12 dan 13 Dzulhijjah, pen), baik malam hari maupun siang hari, akan tetapi bagi kami (Syafi’iyah) hukumnya makruh menyembelih hewan pada malam hari pada selain Udlhiyyah, dan pada Udlhiyyah (sembelih qurban) maka lebih makruh”.
Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa Sallam bersabda :
كُلُّ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ ذَبْحٌ
“Semua hari-hari Tasyriq adalah (waktu) menyembelih qurban” (HR. Ad-Daruquthni dan Al Baihaqi didalam As-Sunanul Kubro)
Apabila melewati batas waktu qurban ; jika berupa qurban sunnah, maka tidak ada qurban sebab bukan waktu yang disunnahkan untuk berqurban, sehingga jika ingin berqurban maka tunggu ditahun berikutnya diwaktu-waktu qurban. Namun, jika berupa qurban nadzar maka tetap wajib melakukan qurban, sebab merupakan kewajiban bagi yang bernadzar sehingga tidak gugur hanya karena melewati batas waktu.
Diantara Kriteria Hewan Qurban
- Hewan sembelihan adalah hewan ternak seperti onta, sapi, dan kambing maupun domba, baik jantan maupun betina, dengan berbagai jenisnya. Namun, tidak mencukupi seperti Sapi hutan, himar (keledai) dan kuda. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ
“Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka,” (QS. Al Hajj 22 : 34)
- Tidak cacat secara fisik dan tidak sakit. Imam Ibnu Ruslan al-Syafi’i berkata didalam Nadham Az-Zubad :
“Tidak diperbolehkan hewan yang sangat kurus, sakit, pincang, cacat bagian tubuhnya seperti sebagian telinga atau ekornya sebagaimana pula buta sebelah matanya, buta keduanya atau terputus pantatnya. Diperbolehkan hewan yang hanya cacat tanduknya dan hewan yang dikebiri.”
- Mencapai usia yang ditentukan : Onta harus genap berusia 5 tahun (masuk tahun ke-enam), sapi berusia 2 tahun (masuk tahun ke-tiga), dan domba / kambing berbulu tebal (الضأن ) berusia 1 tahun atau sudah tanggal giginya. Adapun kambing (المعز) berusia 2 tahun (masuk tahun ke-tiga) atau tanggal giginya.
Imam Ibnu Qasim Al-Ghazi didalam Fathul Qarib berkata : “Dan mencukupi didalam qurban yakni jadza’ pada domba (الضأن) yakni berumur 1 tahun dan masuk tahun ke-dua, tsaniyya pada kambing (المعز) yakni berusia 2 tahun dan masuk tahun ke-tiga, tsaniyya pada onta (الإبل) yakni berusia 5 tahun dan masuk tahun ke-enam, dan tsaniyya pada sapi (البقر) berusia 2 tahun dan masuk tahun ke-tiga. Boleh qurban kolektif yakni 1 onta untuk 7 orang, seperti itu juga sapi untuk 7 orang, dan kambing (الشاة) untuk satu orang”.
Hewan qurban yang lebih afdlol, menurut Ibnu Qasim Al-Ghazi adalah onta, kemudian sapi, dan kambing. Adapun Imam An-Nawawi rahimahullah didalam kitab Al Majmu’ mengatakan : “Onta lebih utama daripada sapi, sapi lebih utama daripada kambing (الشاة), kambing domba (الضأن) lebih utama daripada kambing (biasa), jadza’ah domba (berumur 1 tahun lebih) lebih utama daripada tsaniyyah kambing (berumur 2 tahun lebih)”.
“Berqurban dengan seekor kambing (الشاة) lebih utama daripada seekor onta atau sapi untuk 7 orang (gabungan/kolektik), berdasarkan ittifaq ulama” Berqurban dengan 7 ekor kambing (الغنم) lebih utama daripada onta dan sapi berdasarkan yang ashoh dari dua pendapat, sebab banyaknya darah ternak yang teralirkan. Berqurban dengan onta atau sapi lebih utama atas pertimbangan banyaknya dagingnya”.
Cara Penyembelihan Hewan Qurban
Disunnahkan, hewan qurban disembelih sendiri jika mudlohi (orang yang berqurban) itu laki-laki dan mampu menyembelih. Boleh diwakilkan.
عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، قَالَ : " ضَحَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ وَذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ ، وَسَمَّى وَكَبَّرَ وَوَضَعَ رِجْلَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا
“Dari Anas ra beliau berkata: “Rasulullah SAW ber-Qorban dengan 2 ekor kambing yang putih-putih dan bertanduk, beliau menyembelih dengan tangannya sendiri dengan membaca Basmalah dan Takbir (بِسْمِ اللهِ وَاللهُ أَكْبَرُ) serta meletakkan kakinya di dekat leher kambing tersebut.” (HR. Al Bukhari)
فَنَحَرَ ثَلَاثًا وَسِتِّينَ بِيَدِهِ، ثُمَّ أَعْطَى عَلِيًّا، فَنَحَرَ مَا غَبَرَ
"Kemudian beliau menyembelih 63 ekor hewan qurban dengan tangannya sendiri, lalu menyerahkan kepada Sayyidina Ali, Sayyidina Ali pun menyembelih hewan yang tersisa" (HR. Muslim)
Imam Nawawi rahimahullah didalam Al Majmu’ berkata : “Dan mustahab (sunnah) menyembelih hewan qurbannya sendiri berdasarkan hadits Anas radliyallahu ‘anh…, dan boleh digantikan oleh lainnya berdasarkan riwayat Jabir…, juga mustahab (sunnah) untuk tidak mewakilkan kecuali pada orang muslim karena itu adalah qurbah (ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah) maka lebih utama tidak mewakilkan kepada orang kafir, dan juga karena yang demikian itu menghindar dari perselisihan pendapat, sebab menurut Imam Malik tidak sah (tidak mencukupi) sembelihannya, maka (adapun) jika mewakilkan pada orang Yahudi dan Nasrani, itu boleh karena ia termasuk ahli berkurban. Dan mustahab (disunnahkan) orang yang menyembelih adalah orang alim karena ia lebih mengetahui cara-cara menyembelih. Disunnahkan pula, apabila diwakilkan pada orang lain, menyaksikan proses penyembelihan berdasarkan riwayat Abu Sa’id al-Khudri radliyallahu ‘anh”.
Imam Mawardi al-Syafi’I berkata : “.. dan kecuali perempuan, maka disunnahkan mewakilkan penyembelihan hadiahnya dan qurbannya pada orang laki-laki”.
Tidak boleh mewakilkan pada orang penganut Watsani (penyembah berhala), majusi dan orang murtad, namun boleh mewakilkan pada ahli kitab, perempunan dan anak kecil, akan tetapi ulama Syafi’iyyah memakruhkan mewakilkan pada anak kecil (shobiy), dan (menurut pendapat yang ashoh) tidak makruh mewakilkan pada wanita haidl sebab wanita haidl lebih utama daripada shobiy, dan adapun shobiy lebih utama daripada orang kafir al-kitabi.
- Mengucapkan basmalah ketika hendak menyembelih
- Mengucapkan Takbir (sebelum membaca basmalah ataupun setelahnya)
- Menghadapkan hewan sembelihan ke arah kiblat
- Mengucapkan Takbir (sebelum membaca basmalah ataupun setelahnya)
- Menghadapkan hewan sembelihan ke arah kiblat
Dianjurkan membaca basmalah dengan sempurna “Bismillahirrahmahmanirrahiim”. Dianjurkan juga membaca shalawat kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alayhi wa Sallam. Dianjurkan bertakbir sebanyak 3 kali (menurut Imam Mawardi). Dianjurkan berdo’a bil-Qabul, seperti Allahumma Hadzihi Minka wa Ilayka Fataqabbal.
sumber: http://www.muslimedianews.com/2013/09/qurban-pengertian-waktu-pelaksanaan-dan.html?m=1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar